Selasa, 29 Juni 2010

Askep Tumor

Askep Tumor
(Asuhan Keperawatan pada Klien Tumor)
Disunting dari: onkologi/Askep Tumor _ NursingBegin.com.htm

Konsep Dasar Tumor
Tumor merupakan salah satu dari lima karakteristik inflamasi berasal dari bahasa latin, yang berarti bengkak.

Istilah Tumor ini digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan biologikal jaringan yang tidak normal. Menurut Brooker, 2001 pertumbuhan tumor dapat digolongkan sebagai ganas (malignant) atau jinak (benign).

Sel tumor pada tumor jinak bersifat tumbuh lambat, sehingga tumor jinak pada umumnya tidak cepat membesar. Sel tumor mendesak jaringan sehat sekitarnya secara serempak sehingga terbentuk simpai (serabut pembungkus yang memisahkan jaringan tumor dari jaringan sehat). Oleh karena bersimpai maka pada umumnya tumor jinak mudah dikeluarkan dengan cara operasi (Robin dan Kumar, 1995).
Pengertian Kanker

Sedangkan kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian sel yang tidak teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak teratur ini menyebabkan kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembagian sel, dan fungsi lainnya (Tjakra, 1991).

Etiologi Tumor
1. Kelainan kongenital

Kelainan kongenital adalah kelainan yang dibawa sejak lahir, benjolannya dapat berupa benjolan yang timbul sejak lahir atau timbul pada usia kanak-kanak bahkan terkadang muncul setelah usia dewasa. Pada kelainan ini ,benjolan yang paling sering terletak di leher samping bagian kiri atau kanan di sebelah atas , dan juga di tengah-tengah di bawah dagu. Ukuran benjolan bisa kecil beberapa cm tetapi bisa juga besar seperti bola tenis. Kelainan kongenital yang sering terjadi di daerah leher antara lain adalah hygroma colli , kista branchial , kista ductus thyroglosus.

2. Genetic
3. Gender / jenis kelamin
4. Usia
5. Rangsangan fisik berulang
Gesekan atau benturan pada salah satu bagian tubuh yang berulang dalam waktu yang lama merupakan rangsangan yang dapat mengakibatkan terjadinya kanker pada bagian tubuh tersebut, karena luka atau cedera pada tempat tersebut tidak sempat sembuh dengan sempurna.

6. Hormon
Hormon adalah zat yang dihasilkan kelenjar tubuh yang fungsinya adalah mengatur kegiatan alat-alat tubuh dan selaput tertentu. Pada beberapa penelitian diketahui bahwa pemberian hormon tertentu secara berlebihan dapat menyebabkan peningkatan terjadinya beberapa jenis kanker seperti payudara, rahim, indung telur dan prostat (kelenjar kelamin pria).

7. Infeksi
8. Gaya hidup
9. karsinogenik (bahan kimia, virus, radiasi)
Zat yang terdapat pada asap rokok dapat menyebabkan kanker paru pada perokok dan perokok pasif (orang bukan perokok yang tidak sengaja menghirup asap rokok orang lain) dalam jangka waktu yang lama.Bahan kimia untuk industri serta asap yang mengandung senyawa karbon dapat meningkatkan kemungkinan seorang pekerja industri menderita kanker.
Beberapa virus berhubungan erat dengan perubahan sel normal menjadi sel kanker. Jenis virus ini disebut virus penyebab kanker atau virus onkogenik.
Sinar ultra-violet yang berasal dari matahari dapat menimbulkan kanker kulit. Sinar radio aktif sinar X yang berlebihan atau sinar radiasi dapat menimbulkan kanker kulit dan leukemia.

Patofisiologi Tumor

Kelainan congenital, Genetic, Gender / jenis kelamin, Usia, Rangsangan fisik berulang, Hormon, Infeksi, Gaya hidup, karsinogenik (bahan kimia, virus, radiasi) dapat menimbulkan tumbuh atau berkembangnya sel tumor. Sel tumor dapat bersifat benign (jinak) atau bersifat malignant (ganas).
Sel tumor pada tumor jinak bersifat:
- tumbuh lambat, sehingga tumor jinak pada umumnya tidak cepat membesar.
- Sel tumor mendesak jaringan sehat sekitarnya secara serempak sehingga
terbentuk simpai (serabut pembungkus yang memisahkan jaringan tumor dari
jaringan sehat).
- Oleh karena bersimpai maka pada umumnya tumor jinak mudah dikeluarkan dengan
cara operasi.

Sel tumor pada tumor ganas (kanker):
- tumbuh cepat, sehingga tumor ganas pada umumnya cepat menjadi besar.
- tumbuh menyusup ke jaringan sehat sekitarnya, sehingga digambarkan seperti
kepiting dengan kaki-kakinya mencengkeram alat tubuh yang terkena.
- membuat anak sebar (metastasis) ke bagian alat tubuh lain yang jauh dari
tempat asalnya melalui pembuluh darah (hematogen) dan pembuluh getah bening
(limfogen) dan tumbuh kanker baru di tempat lain.
- Penyusupan sel kanker ke jaringan sehat pada alat tubuh lainnya dapat
merusak alat tubuh tersebut sehingga fungsi alat tersebut menjadi terganggu.

Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian sel yang tidak teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak teratur ini menyebabkan kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembagian sel, dan fungsi lainnya (Tjakra, Ahmad. 1991).

Adapun siklus tumbuh sel kanker adalah membelah diri, membentuk RNA, berdiferensiasi / proliferasi, membentuk DNA baru, duplikasi kromosom sel, duplikasi DNA dari sel normal, menjalani fase mitosis, fase istirahat (pada saat ini sel tidak melakukan pembelahan).

Manifestasi Klinis Tumor
Ada tujuh gejala yang perlu diperhatikan dan diperiksakan lebih lanjut ke dokter untuk memastikan ada atau tidaknya kanker, yaitu :
1) Waktu buang air besar atau kecil ada perubahan kebiasaan atau gangguan.
2) Alat pencernaan terganggu dan susah menelan.
3) Suara serak atau batuk yang tak sembuh-sembuh.
4) Payudara atau di tempat lain ada benjolan (tumor).
5) Andeng-andeng (tahi lalat) yang berubah sifatnya, mejadi makin besar dan gatal.
6) Darah atau lendir yang abnormal keluar dari tubuh.
7) Adanya koreng atau borok yang tak mau sembuh-sembuh.

Klasifikasi Tumor
Berdasarkan asal jaringan, tumor dapat dibagi menjadi:
1) Tumor yang berasal dari epithelial
• Squamous epithelium : squamous cell papilloma, squamous cell carcinoma
• Transitional epithelium : transitional cell papilloma, transitional cell
carcinoma.
• Basal cell (hanya di kulit): basal cell carcinoma.
• Glandular epithelium: adenoma, cystadenoma, adenocarcinoma.
• Tubules epithelium (ginjal): renal tubular adenoma, renal cell carcinoma (Grawitz tumor).
• Hepatocytes: hepatocellular adenoma, hepatocellular carcinoma
• Bile ducts epithelium: cholangiocellular adenoma, cholangiocellular carcinoma.
• Melanocytes: melanocytic nevus, malignant melanoma.
2) Tumor yang berasal dari mesenchymal
• Jaringan yang berhubungan:
- fibroma, fibrosarcoma
- myxoma, myxosarcoma
- chondroma, chondrosarcoma
- osteoma, osteosarcoma (osteogenic sarcoma)
- lipoma, liposarcoma

• Otot:
- leiomyoma, leiomyosarcoma
- rhabdomyoma, rhabdomyosarcoma

• Endothelium:
- Hemangioma (capillary h., cavernous h.), glomus tumor, hemangiosarcoma,
Kaposi sarcoma
- Lymphangiosarcoma
• Tumor sel darah:
- Hematopoetic cells: leukemia
- Lymphoid cells: non-Hodgkin lymphoma, Hodgkin lymphoma

• Tumor sel germ:
- Teratoma (mature teratoma, immature teratoma)
- Tumor epithelial dianggap ganas apabila telah menembus lamina basalis dan
dianggap jinak bila tidak menembus lamina basalis.

2. Pemeriksaan Penunjang
a. Skrining
b. Laboratorium
c. Teknik Pencitraan (Imaging)
d. Pemeriksaan Rontgen Konvensional
e. Radiografi Digital
f. Tomografi Komputer (CT Scan)
g. Ekhografi
h. Resonansi magnetik nuklear
i. Skintigrafi

3. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan kanker pada dasarnya sama, yaitu salah satu atau kombinasi dari beberapa prosedur berikut :
1) Pembedahan (Operasi)
2) Penyinaran (Radioterapi)
3) Pemakaian obat-obatan pembunuh sel kanker ( sitostatika/khemoterapi)
4) Peningkatan daya tahan tubuh (imunoterapi)
5) Pengobatan dengan hormone

Manajemen Keperawatan Tumor

1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajian pasien Pre operatif (Marilynn E. Doenges, 1999) meliputi :
• Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).

• Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.

• Makanan / cairan
Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi).

• Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.

• Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.

• Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).

Diagnosa Keperawatan Tumor
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 : 17).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Pre Operatif (Wilkinson, M. Judith, 2006) meliputi :
1) Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap
perubahan status kesehatan, ancaman terhadap pola interaksi dengan orang
yang berarti, krisis situasi atau krisis maturasi.

2) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan, efek samping penanganan,
factor budaya atau spiritual yang berpengaruh pada perubahan penampilan.

3) Koping individu, ketidakefektifan berhubungan dengan perubahan penampilan,
keluhan terhadap reaksi orang lain, kehilangan fungsi, diagnosis kanker.

4) Proses keluarga, perubahan berhubungan dengan terapi yang kompleks,
hospitalisasi/perubahan lingkungan, reaksi orang lain terhadap perubahan
penampilan.

5) Ketakutan berhubungan dengan proses penyakit/prognosis (misalnya kanker),
ketidakberdayaan.

6) Mobilitas fisik, hambatan berhubungan dengan penurunan rentang gerak,
kerusakan saraf/otot, dan nyeri.

Intervensi dan Implementasi Tumor

Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994:20)

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40).

Intervensi dan implementasi keperawatan pasien Pre Operatif (Wilkinson, M. Judith, 2006) adalah :
1) Ansietas adalah suatu keresahan, perasaan ketidaknyamanan yang tidak mudah atau dread yang disertai dengan respons autonomis ; sumbernya seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu ; perasaan khawatir yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya.ini merupakan tanda bahya yang memperingatkan bahaya yang akan terjadi dan memampukan individu untuk membuat pengukuran untuk mengatasi ancaman.
Tujuan : ansietas berkurang/terkontrol.
Kriteria hasil :
- klien mampu merencanakan strategi koping untuk situasi-situasi yang membuat stress.
- klien mampu mempertahankan penampilan peran.
- klien melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori.
- klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik.
- tidak ada manifestasi perilaku akibat kecemasan.

• Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
Rasional : memudahkan intervensi.

• Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi ansietas di masa
lalu.
Rasional : mempertahankan mekanisme koping adaftif, meningkatkan kemampuan
mengontrol ansietas.

• Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk mengungkapkan
pikiran dan perasaan.
Rasional : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan
kecemasan yang dirasakan.

• Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini,
harapan-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.
Rasional : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk
mengurangi kecemasan.

• Berikan penguatan yang positif untuk meneruskan aktivitas sehari-hari
meskipun dalam keadaan cemas.
Rasional : menciptakan rasa percaya dalam diri pasien bahwa dirinya mampu mengatasi
masalahnya dan memberi keyakinan pada diri sendri yang dibuktikan dengan
pengakuan orang lain atas kemampuannya.

• Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
Rasional : menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman.

• Sediakan informasi faktual (nyata dan benar) kepada pasien dan keluarga
menyangkut diagnosis, perawatan dan prognosis.
Rasional : meningkatkan pengetahuan, mengurangi kecemasan.

• Kolaborasi pemberian obat anti ansietas.
Rasional : mengurangi ansietas sesuai kebutuhan.

2) Gangguan citra tubuh adalah konfusi pada gaambaran mental dari fisik seseorang.
Tujuan : pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
Kriteria hasil :
- pasien melaporkan kepuasan terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
- memiliki keinginan untuk menyentuh bagian tubuh yang mengalami gangguan.
- menggambarkan perubahan actual pada fungsi tubuh.

• Kaji dan dokumentasikan respons verbal dan non verbal pasien tentang
tubuhnya.
Rasional : factor yang mengidentifikasikan adanya gangguan persepsi pada citra tubuh.

• Kaji harapan pasien tentang gambaran tubuh.
Rasional : mungkin realita saat ini berbeda dengan yang diharapkan pasien sehingga
pasien tidak menyukai keadaan fisiknya.

• Dengarkan pasien dan keluarga secara aktif, dan akui realitas adanya
perhatian terhadap perawatan, kemajuan dan prognosis.
Rasional : meningkatkan perasaan berarti, memudahkan saran koping, mengurangi
kecemasan.

• Berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, jaga privasi dan
martabat pasien.
Rasional : menciptakan suasana saling percaya, meningkatkan harga diri dan perasaan
berarti dalam diri pasien.

3) Koping individu, ketidakefektifan adalah ketidakmampuan membuat penilaian yang tepat terhadap stressor, pilihan respons untuk bertindak secara tidak adekuat, dan atau ketidakmampuan untuk menggunakan sumber yang tersedia.
Tujuan : pasien menunjukkan koping yang efektif.
Kriteria hasil :
- pasien akan menunjukkan minat terhadap aktivitas untuk mengisi waktu luang.
- mengidentifikasikan kekuatan personal yang dapat mengembangkan koping yang efektif.
- menimbang serta memilih diantara alternative dan konsekuensinya.
- berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).
• Kaji pandangan pasien terhadap kondisinya dan kesesuaiannya dengan pandangan
pemberi pelayanan kesehatan.
Rasional : mengidentifikasi persepsi pasien terhadap kondisinya.

• Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.
Rasional : menghindari ketakutan dan menciptakan hubungan saling percaya, memudahkan
intervensi

• Anjurkan pasien untuk mengidentifikasi gambaran perubahan peran yang
realitas.
Rasional : memberikan arahan pada persepsi pasien tentang kondisi nyata yang ada
saat ini.

• Bantu pasien dalam mengidentifikasi respons positif dari orang lain.
Rasional : meningkatkan perasaan berarti, memberikan penguatan yang positif.

• Libatkan sumber-sumber yang ada di rumah sakit dalam memberikan dukungan
emosional untuk pasien dan keluarga.
Rasional : menciptakan suasana saling percaya, perasaan berarti, dan mengurangi
kecemasan.

4) Proses keluarga, perubahan adalah suatu perubahan dalam hubungan dan/atau fungsi keluarga.
Tujuan : pasien dan keluarga memahami perubahan perubahan dalam peran keluarga.
Kriteria hasil :
- pasien/keluarga mampu mengidentifikasi koping.
- paien/keluarga berpartisipasi dalam proses membuat keputusan berhubungan dengan perawatan setelah rawat inap.

• Kaji interaksi antara pasien dan keluarga.
Rasional : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.

• Bantu keluarga dalam mengidentifikasi perilaku yang mungkin menghambat pengobatan.
Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi.

• Diskusikan dengan anggota keluarga tentang tambahan ketrampilan koping yang
digunakan.
Rasional : membantu keluarga dalam memilih mekanisme koping adaptif yang tepat .

• Dukung kesempatan untuk mendapatkan pengalaman masa anak-anak yang normal
pada anak yang berpenyakit kronis atau tidak mampu.
Rasional : memudahkan keluarga dalam menciptakan/memelihara fungsi anggota keluarga.

5) Ketakutan adalah ansietas yang disebabkan oleh sesuatu yang dikenali secara sadar
dan bahaya nyata dan dipersepsikan sebagai bahaya yang nyata.

Tujuan : pasien akan memperlihatkan pengendalian ketakutan.
Kriteria hasil :
- mencari informasi untuk menurunkan ketakutan.
- menggunakan teknik relaksasi untuk menurnkan ketakutan.
- mempertahankan penampilan peran dan hubungan social.

• Kaji respons takut subjektif dan objektif pasien.
Rasional : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.

• Berikan penguatan positif bila pasien mendemonstrasikan perilaku yang dapat
menurunkan atau mengurangi takut.
Rasional : mempertahankan perilaku koping yang efektif.

• Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk mengungkapkan
pikiran dan perasaan.
Rasional : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan
kecemasan yang dirasakan.

• Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini,
harapan-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.
Rasional : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk
mengurangi kecemasan.

6) Mobilitas fisik, hambatan adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
- penampilan yang seimbang..
- melakukan pergerakkan dan perpindahan.
- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.

• Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
Rasional : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.

• Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
Rasional : mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena
ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.

• Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
Rasional : menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.

• Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
Rasional : mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.

• Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
Rasional : sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

Evaluasi
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, Christine. 2001).

Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Pre Operasi Tumor adalah :
1) Ansietas berkurang/terkontrol.
2) Pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
3) Pasien menunjukkan koping yang efektif.
4) Pasien dan keluarga memahami perubahan perubahan dalam peran keluarga.
5) Pasien akan memperlihatkan pengendalian ketakutan.
6) Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.

Daftar Pustaka
Boedihartono. 1994. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC.
Marilynn E. Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien, ed.3. Jakarta : EGC.
Nasrul Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta.
Robin S.L. dan Kumar V. 1995. Buku Ajar Patologi I. Jakarta : EGC.
Tjakra, Ahmad. 1991. Patologi. Jakarta : Bagian Patologi FKUI
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.
BENIGNA PROSTAT HYPERTROPI (BPH)


I. PENGERTIAN
BPH (Benigna Prostat Hyperplasi) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat yang dapat menyebabkan obstruksi dan ristriksi pada jalan urine (urethra).

ETIOLOGI
Mulai ditemukan pada umur kira-kira 45 tahun dan frekuensi makin bertambah sesuai dengan bertambahnya umur, sehingga diatas umur 80 tahun kira-kira 80 % menderita kelainan ini.
Sebagai etiologi sekarang dianggap ketidakseimbangan endokrin. Testosteron dianggap mempengaruhi bagian tepi prostat, sedangkan estrogen (dibuat oleh kelenjar adrenal) mempengaruhi bagian tengah prostat.

TANDA DAN GEJALA
Walaupun hyperplasi prostat selalu terjadi pada orangtua, tetapi tidak selalu disertai gejala-gejala klinik.
Gejala klinik terjadi terjadi oleh karena 2 hal, yaitu :
1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih.
1. Retensi air kemih dalam kandung kemih yang menyebabkan dilatasi kandung
kemih, hipertrofi kandung kemih dan cystitis.

Gejala klinik dapat berupa :
* Frekuensi berkemih bertambah
* Berkemih pada malam hari.
* Kesulitan dalam hal memulai dan menghentikan berkemih.
* Air kemih masih tetap menetes setelah selesai berkemih.
* Rasa nyeri pada waktu berkemih.

Kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, penderita sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter.
Selain gejala-gejala di atas oleh karena air kemih selalu terasa dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selanjutnya kerusakan ginjal yaitu hydroneprosis, pyelonefritis.

PATOFISIOLOGI
BPH terjadi pada umur yang semakin tua (> 45 tahun ) dimana fungsi testis sudah menurun. Akibat penurunan fungsi testis ini menyebabkan ketidakseimbangan hormon testosteron dan dehidrotesteosteron sehingga memacu pertumbuhan / pembesaran prostat.
Makrokospik dapat mencapai 60 - 100 gram dan kadang-kadang lebih besar lagi hingga 200 gram atau lebih.
Tonjolan biasanya terdapat pada lobus lateralis dan lobus medius, tetapi tidak mengenai bagian posterior dari pada lobus medialis, yaitu bagian yang dikenal sebagai lobus posterior, yang sering merupakan tempat berkembangnya karsinoma (Moore)
Tonjolan ini dapat menekan urethra dari lateral sehingga lumen urethra menyerupai celah, atau menekan dari bagian tengah. Kadang-kadang penonjolan itu merupakan suatu polip yang sewaktu-waktu dapat menutup lumen urethra.
Pada penampang, tonjolan itu jelas dapat dibedakan dengan jaringan prostat yang masih baik. Warnanya bermacam-macam tergantung kepada unsur yang bertambah.
Apabila yang bertambah terutama unsur kelenjar, maka warnanya kung kemerahan, berkonsistensi lunak dan terbatas tegas dengan jaringan prostat yang terdesak, yang berwarna putih keabu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan maka akan keluar caiaran seperti susu.
Apabila unsur fibromuskuler yang bertambah, maka tonjolan berwarna abu-abu padat dan tidak mengeluarkan cairan seperti halnya jaringan prostat yang terdesak sehingga batasnya tidak jelas.
Gambaran mikroskopik juga bermacam-macam tergantung pada unsur yang berproliferasi. Biasanya yang lebih banyak berproliferasi ialah unsur kelenjar sehingga terjadi penambahan kelenjar dan terbentuk kista-kista yang dilapisi oleh epitel torak atau koboid selapis yang pada beberapa tempat membentuk papil-papil ke dalam lumen. Membran basalis masih utuh.
Kadang-kadang terjadi penambahan kelenjar yang kecil-kecil sehingga menyerupai adenokarsinoma. Dalam kelenjar sering terdapat sekret granuler, epitel yang terlepas dan corpora anylacea.
Apabila unsur fibromuskuler yang bertambah, maka terjadi gambaran yang terjadi atas jaringan ikat atau jaringan otot dengan kelenjar-kelenjar yang letaknya saling berjauhan. Gambaran ini juga dinamai hiperplasi fibrimatosa atau hiperplasi leiomymatosa.
Pada jaringan ikat atau jaringan otot biasanya terdapat serbukan limfosit.
Selain gambaran di atas sering terdapat perubahan lain berupa :
1. Metaplasia skwamosa epitel kelenjar dekat uretra.
1. Daerah infark yang biasanya kecil-kecil dan kadang-kadang terlihat di bawah
mikroskop.

Tanda dan gejala dari BPH adalah dihasilkan oleh adanya obstruksi jalan keluar urin dari kandung kemih

Ada tiga cara pengkuran besarnya hipertropi prostat :

Rectal Grading, yaitu dengan rectal toucher diperkirakan berapa cm prostat yang menonjol ke dalam lumen rektum yang dilakukan sebaiknya pada saat buli-buli kosong.
Gradasi ini adalah :
0 - 1 cm : grade 0
1 - 2 cm : grade 1
2 - 3 cm : grade 2
3 - 4 cm : grade 3
> 4 cm : grade 4
Pada grade 3 - 4 batas prostat tidak teraba. Prostat fibrotik, teraba lebih kecil dari normal.

Clinical Grading, dalam hal ini urine menjadi patokan. Pada pagi hari setelah bangun pasien disuruh kencing sampai selesai, kemudian di masukan kateter ke dalam buli-buli untuk mengukur sisa urine.
Sisa urine 0 cc : normal
Sisa urine 0-50 cc : grade 1
Sisa urine 50-150 cc : grade 2
Sisa urine > 150 cc : grade 3
Tidak bisa kencing : grade 4

Intra Uretral Grading, dengan alat perondoskope dengan diukur / dilihat bebrapa jauh penonjolan lobus lateral ke dalam lumen uretra.


Grade I :
Clinical grading sejak berbulan-bulan, bertahun-tahun, mengeluh kalau kencing tidak lancar, pancaran lemah, nokturia.
Grade II :
Bila miksi terasa panas, sakit, disuria.
Grade III :
Gejala makin berat
Grade IV :
Buli-buli penuh, disuria, overflow inkontinence. Bila overflow inkontinence dibiarkan dengan adanya infeksi dapat terjadi urosepsis berat. Pasien menggigil, panas 40-41* celsius, kesadaran menurun.

Komplikasi :
* Urinary traktus infection
* Retensi urin akut
* Obstruksi dengan dilatasi uretra, hydronefrosis dan gangguan fungsi ginjal.
Bila operasi bisa terjadi :
* Impotensi (kerusakan nevron pudendes)
* Hemoragic paska bedah
* Fistula
* Striktur paska bedah
* Inkontinensia urin

PEMERIKSAAN FISIK
* Urinolisis
* Urine kultur
* Pemeriksaan fisik

PENATALAKSANAAN
Konservatif
Obat-obatan : Antibiotika, jika perlu.
Self Care :
* Kencing dan minum teratur.
* Rendam hangat, seksual intercourse

Pembedahan
* Retropubic Prostatectomy
* Perineal Prostatectomy
* Suprapubic / Open Prostatectomy
* Trans Uretrhal Resectio (TUR), yaitu : Suatu tindakan untuk menghilangkan obstruksi prostat dengan menggunakan cystoscope melalui urethra. Tindakan ini dlakukan pada BPH grade I.
Kontraindikasi tindakan pembedahan :
Orangtua dengan :
* Decompensasi kordis
* Infark jantung baru
* Diabetes militus
* Malnutrisi berat
* Dalam keadaan koma
* Tekanan darah sistol 200 - 260 mmHg.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pasien post TUR Prostat :
* Drainase urine, meliputi : kelancaran, warna, jumlah, cloting.
* Kebutuhan cairan : minum adekuat (* 3 liter/hari)
* Program “Bladder Training” yaitu latihan kontraksi otot-otot perineal selama 10 menit, dilakukan 4 kali sehari.
Dan menentukan jadwal pengosongan kandung kemih: Bokong pasien diletakkan di atas stekpan / pispot atau pasien diminta ke toilet selama 30 menit - 2 jam untuk berkemih.
* Diskusikan pemakaian kateter intermiten.
* Monitor timbul tanda-tanda infeksi (Kalor, Dolor, Rubor, Tumor, Fungsilaesa)
* Rawat kateter secara steril tiap hari. Pertahankan posisi kateter, jangan sampai tertekuk.
* Jelaskan perubahan pola eliminasi dan pola seksual.
* Fungsi normal kandung kemih akan kembali dalam waktu 2 -3 minggu, namun dapat juga sampai 8 bulan yang perlu diikuti dengan latihan perineal / Kegel Exercise.

PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Sirkulasi :
* Peningkatan tekanan darah (efek lebih lanjut pada ginjal )
1. Eliminasi :
* Penurunan kekuatan / kateter berkemih.
* Ketidakmampuan pengosongan kandung kemih.
* Nokturia, disuria, hematuria.
* Duduk dalam mengosongkan kandung kemih.
* Kekambuhan UTI, riwayat batu (urinary stasis).
* Konstipasi (penonjolan prostat ke rektum)
* Masa abdomen bagian bawah, hernia inguinal, hemoroid (akibat peningkatan tekanan abdomen pada saat pengosongan kandung kemih)
2. Makanan / cairan:
* Anoreksia, nausea, vomiting.
* Kehilangan BB mendadak.
3. Nyeri / nyaman :
* Suprapubis, panggul, nyeri belakang, nyeri pinggang belakang, intens (pada prostatitis akut).
4. Rasa nyaman : demam
5. Seksualitas :
* Perhatikan pada efek dari kondisinya/tetapi kemampuan seksual.
* Takut beser kencing selama kegiatan intim.
* Penurunan kontraksi ejakulasi.
* Pembesaran prostat.
6. Pengetahuan / pendidikan :
* Riwayat adanya kanker dalam keluarga, hipertensi, penyakit gula.
* Penggunaan obat antihipertensi atau antidepresan, antibiotika / antibakterial untuk saluran kencing, obat alergi.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN BPH

NO. DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN RENCANA TINDAKAN
1. Perubahan pola eliminasi urin ; sehubungan dengan :
* Mekanisme obstruksi : bekuan darah, edem, truma, prosedur pem-bedahan.
* Tekanan dan iritasi kateter / balon
* Kehilangan tonus kandung kemih aki bat over distersi pada preoperasi atau dekom-presi terus-menerus.
ditandai dengan :
* Sering kencing, dys uria, inkontinensia, retensi urin.
* Blas penuh, supra-pubis tidak nyaman.
Tujuan : Jumlah urine normal dan tanpa retensi.

Kriteria :
1. Klien mampu mengosongkan kandung kencing setiap 2 - 4 jam.
2. Klien mampu me-lakukan perineal exercise.
3. Klien B.a.k 1500 cc / 24 jam.
* Kaji pengeluaran urine dan sistem drainage atau kateter terutama selama
blader irigasi.
* Kaji kemampuan klien untuk mengosongkan kandung kemih contoh, berapa kali
klien ke kamar mandi untuk buang air kecil.
* Catat waktu, jumlah, ukur an, urine setelah kateter diangkat.
* Anjurkan klien untuk mengo-songkan kandung kemih setiap 2 - 4 jam.
* Anjurkan klien banyak minum 2500 - 3000 cc per hari jika tidak ada kontra
indikasi. Kurangi minum pada malam hari setelah keteter dilepaskan.
Anjurkan klien untuk perineal exercise, contoh dengan mengerutkan bokong,
menahan urine, baru mengalirkan urine.

2. Resiko tinggi untuk kekurangan volume cairan : sehubungan dengan :
* Perdarahan pada area pembedahan
* Pembatasan intake preoperasi.

ditandai dengan :
* Post TUR Prostat hari ke II
Masih terpasang kateter dan irigasi drip NaCl 0,9 %

Tujuan : Kebutuhan cairan klien terpenuhi.
* Kriteria : Jumlah cairan yang masuk dan keluar seimbang
Catat cairan yang masuk dan keluar tiap 8 jam dan total dalam 24 jam.
* Kaji mukosa mulut dan kekenyalan kulit.
* Observasi tanda vital tiap 4 jam atau sesuai kebutuhan.
* Berikan cairan peroral atau infus sesuai program medik
( 2500 - 3000 cc / 24 jam ).

3. Resiko tinggi untuk infeksi : sehubungan dengan :
* Prosedur invasif, instrumentasi sela-ma operasi, kateter, seringnya irigasi
kandung kemih.
* Jaringan traumatik, insisi bedah.
* Refluk urine ke dalam kandung kemih.
* Terbukanya sistem drainage urine.

ditandai dengan :
* Post TUR Prostat hari ke II
* Masih terpasang kateter dengan irigasi drip NaCl 0,9 %.
Tujuan : klien terhindar dari re-siko infeksi salur an kemih.
Kriteria :
* Tanda vital dalam keadaan normal.
* Urine bersih dan jernih.
* Tidak terasa nyeri.
* Memasang dan melepaskan kateter dengan cara aseptik dan antiseptik.
* Rawat kateter dengan tehnik aseptik dan antiseptik.
* Cegah terjadinya refluks urine yaitu kembalinya urine ke kandung kemih.

Dengan cara : menggantung urine bag lebih rendah dari kandung kemih
Dan klem kateter bila akan memindahkan klien.

* Gunakan tehnik aseptik pada saat mengosongkan urine bag.
* Ganti kateter setiap 7 - 10 hari dengan tehnik aseptik .
* Irigasi kateter dilakukan dengan tehnik aseptik dan antiseptik
* Anjurkan klien banyak minum 2500 cc - 3000 cc / hari bila tidak ada kontra
indikasi
* Mengukur / mengamati tanda kardinal klien setiap 4 jam atau sesuai
kebutuhan.
* Kolaborasi dengan Tim medis untuk penberian antibiotik atau pemeriksaan
diagnostik
* 4. Nyeri akut : sehubungan dengan :
* Iritasi mukosa kandung kemih.
* Spasme otot sehubungan dengan prosedur operasi atau penekanan dari balon
(traksi)
* ditandai dengan :
* Dilaporkannya adanya nyeri pada pangkal alat kelamin dari perut bagian bawah.
* Wajah meringis kesakitan.
* Respon autonomik

Tujuan : nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria :
* Klien dapat mengontrol nyeri dengan menggunakan skala nyeri 1 - 10
* Klien tampak rileks.
* Klien dapat beristirahat dengan tenang Kaji intensitas nyeri dengan skala
1- 10.
* Fiksasi kateter dengan cara yang tepat agar tetap stabi sehingga tidak
menimbulkan gesekan baru pada mukosa urethra.
* Fiksasi selang urine pada alat tenun disamping klien dengan menggunakan
peniti atau klem yang telah tersedia pada set urine bag.
* Gunakan kateter menetap dengan nomor atau ukuran yang sesuai agar tidak
menimbulkan iritasi pada urethra.
* Anjurkan pada klien untuk tehnik relaksasi dengan cara menarik napas panjang
dan menghembuskannya.
* Hindari gerakan atau tarikan mendadak pada selang kateter untuk menghindari
trauma baru pada urethra.
* Kempiskan balon kateter sampai habis sebelum melepaskan kateter dan
keluarkan kateter secara perlahan.
Kolaborasi pemberian analgetik dengan medik bila diperlukan.

5. Resiko tinggi untuk disfungsi seksual: sehubungan dengan :

* Situasi krisis (inkontinensia, kondisi area genital)
* Perubahan status kesehatan.
ditandai dengan :
* Pola berkemih saat ini lewat kateter.
* Post TUR Prostat hari ke II (kemungkinan ada kerusakan N> Pudendus)
Tujuan : klien dapat menerima dan beradaptasi terhadap keadaannya.
Kriteria :
* Klien tampak rileks.
* Klien menyatakan cemas berkurang.

* Diskusikan bersama klien tentang anatomi dan fisiologi fungsi seksual secara
singkat.
* Jelaskan pada klien tentang tujuan dan manfaat pemakaian kateter yang
menetap.
* Anjurkan klien untuk berdialog dengan sesama klien yang menggunakan kateter.
* Berikan kesempatan pada klien untuk saling mengungkapkan perasaan dengan
pasangannya.

Ciptakan suasana humor pada saat merawat klien. Bila perlu konsulkan pada psikolog atau seksolog.


DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan pada pasien post TUR Prostat adalah sebagai berikut :

1. Perubahan pola eliminasi uri ; sehubungan dengan :
* Mekanisme obstruksi : bekuan darah, edem, truma, prosedur pembedahan.
* Tekanan dan iritasi kateter / balon
* Kehilangan tonus kandung kemih akibat over distersi pada preoperasi atau
dekompresi terus-menerus.

ditandai dengan :
* Sering kencing, dysuria, inkontinensia, retensi urin.
* Blas penuh, suprapubis tidak nyaman.

Tujuan : Jumlah urine normal dan tanpa retensi.
Kriteria :
1. Klien mampu mengosongkan kandung kencing setiap 2 - 4 jam.
2. Klien mampu melakukan perineal exercise.
3. Klien B.a.k 1500 cc / 24 jam.

Intervensi
* Kaji pengeluaran urine dan sistem drainage atau kateter terutama selama
blader irigasi.
* Kaji kemampuan klien untuk mengosongkan kandung kemih contoh, berapa kali
klien kekamar mandi untuk buang air kecil.
* Catat waktu, jumlah, ukuran, urine setelah kateter diangkat.
* Anjurkan klien untuk mengosongkan kandung kemih setiap 2 - 4 jam.
* Anjurkan klien banyak minum 2500 - 3000 cc per hari jika tidak ada kontra
indikasi. Kurangi minum pada malam hari setelah keteter dilepaskan.
* Anjurkan klien untuk perineal exercise, contoh dengan mengerutkan bokong,
menahan urine, baru mengalirkan urine.

2. Resiko tinggi untuk kekurangan volume cairan : sehubungan dengan :
* Perdarahan pada area pembedahan
* Pembatasan intake preoperasi.
ditandai dengan :
* Post TUR Prostat hari ke II
* Masih terpasang kateter dan irigasi drip NaCl 0,9 %

Tujuan : Kebutuhan cairan klien terpenuhi.
Kriteria : Jumlah cairan yang masuk dan keluar seimbang.

Intervensi :
* Catat cairan yang masuk dan keluar tiap 8 jam dan total dalam 24 jam.
* Kaji mukosa mulut dan kekenyalan kulit.
* Observasi tanda vital tiap 4 jam atau sesuai kebutuhan.
* Berikan cairan peroral atau infus sesuai program medik ( 2500 - 3000 cc / 24
jam ).

3. Resiko tinggi untuk infeksi : sehubungan dengan :
* Prosedur invasif, instrumentasi selama operasi, kateter, seringnya irigasi
kandung kemih.
* Jaringan traumatik, insisi bedah.
* Refluk urine ke dalam kandung kemih.
* Terbukanya sistem drainage urine.

ditandai dengan :
* Post TUR Prostat hari ke II
* Masih terpasang kateter dengan irigasi drip NaCl 0,9 %.

Tujuan : klien terhindar dari resiko infeksi saluran kemih.
Kriteria :
- Tanda vital dalam keadaan normal.
- Urine bersih dan jernih.
- Tidak terasa nyeri.
Intervensi :
* Memasang dan melepaskan kateter dengan cara aseptik dan antiseptik.
* Rawat kateter dengan tehnik aseptik dan antiseptik.
* Cegah terjadinya refluks urine yaitu kembalinya urine ke kandung kemih

Dengan cara : menggantung urine bag lebih rendah dari kandung kemih. Dan klem kateter bila akan memindahkan klien.

* Gunakan tehnik aseptik pada saat mengosongkan urine bag.
* Ganti kateter setiap 7 - 10 hari dengan tehnik aseptik .
* Irigasi kateter dilakukan dengan tehnik aseptik dan antiseptik
* Anjurkan klien banyak minum 2500 cc - 3000 cc / hari bila tidak ada kontra
Indikasi.
* Mengukur / mengamati tanda kardinal klien setiap 4 jam atau sesuai
kebutuhan.
* Kolaborasi dengan Tim medis untuk penberian antibiotik atau pemeriksaan
diagnostik
3. Nyeri akut : sehubungan dengan :
* Iritasi mukosa kandung kemih.
* Spasme otot sehubungan dengan prosedur operasi atau penekanan dari balon
(traksi)

ditandai dengan :
* Dilaporkannya adanya nyeri pada pangkal alat kelamin dari perut bagian bawah.
* Wajah meringis kesakitan.
* Respon autonomik

Tujuan : nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria :
* Klien dapat mengontrol nyeri dengan menggunakan skala nyeri 1 - 10
* Klien tampak rileks.
* Klien dapat beristirahat dengan tenang.

Intervensi :
* Kaji intensitas nyeri dengan skala 1- 10.
* Fiksasi kateter dengan cara yang tepat agar tetap stabi sehingga tidak
menimbulkan gesekan baru pada mukosa urethra.
* Fiksasi selang urine pada alat tenun disamping klien dengan menggunakan
peniti atau klem yang telah tersedia pada set urine bag.
* Gunakan kateter menetap dengan nomor atau ukuran yang sesuai agar tidak
menimbulkan iritasi pada urethra.
* Anjurkan pada klien untuk tehnik relaksasi dengan cara menarik napas panjang
dan menghembuskannya.
* Hindari gerakan atau tarikan mendadak pada selang kateter untuk menghindari
trauma baru pada urethra.
* Kempiskan balon kateter sampai habis sebelum melepaskan kateter dan
keluarkan kateter secara perlahan.
* Kolaborasi pemberian analgetik dengan medik bila diperlukan.

5. Resiko tinggi untuk disfungsi seksual: sehubungan dengan :
* Situasi krisis (inkontinensia, kondisi area genital)
* Perubahan status kesehatan.

ditandai dengan :
* Pola berkemih saat ini lewat kateter.
* Post TUR Prostat hari ke II (kemungkinan ada kerusakan N> Pudendes)

Tujuan : klien dapat menerima dan beradaptasi terhadap keadaannya.
Kriteria :
* Klien tampak rileks.
* Klien menyatakan cemas berkurang.

Intervensi :
* Diskusikan bersama klien tentang anatomi dan fisiologi fungsi seksual secara
singkat.
* Jelaskan pada klien tentang tujuan dan manfaat pemakaian kateter yang
menetap.
* Anjurkan klien untuk berdialog dengan sesama klien yang menggunakan kateter.
* Berikan kesempatan pada klien untuk saling mengungkapkan perasaan dengan
pasangannya.
Ciptakan suasana humor pada saat merawat klien. Bila perlu konsulkan pada psikolog atau seksolog.

6. Kurangnya pengetahuan: sehubungan dengan :
* Misinterpretasi informasi
* Tidak familiar dengan informasi yang ada.
ditandai dengan :
* Sering bertanya
* Menanyakan ulang informasi
* Kondisi miskonsepsi
* Menunjukkan secara verbal masalahnya.
* Tidak adekuat dalam mengikuti instruksi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pengetahuan klien meningkat
Kriteria :
* Klien memahami tentang : pengertian, tanda dan gejala, prognosa, perawatan
dan pengobatan
Intervensi :
* Kolaborasi dengan medik untuk menjelaskan pada klien tentang pengertian,
tanda dan gejala, prognosa serta pengobatan
* Diskusi bersama klien untuk mencegah infeksi saluran kemih
* Diskusikan tentang cara mempertahankan aliran urin
* Diskusikan cara mempertahankan volume cairan tubuh

7. Potensial terjadinya sumbatan/obstruksi aliran urin sehubungan dengan :
* Penyumbatan lubang /lumen kateter selang urin karena endapan urine atau
bekuan darah
* Tertekuk atau terpelintirnya kateter

Tujuan : Kelancaran aliran urine dapat dipertahankan
Kriteria :
* Urine keluar lancar, 1500 cc/24 jam
Intervensi :
* Jaga kateter atau selang urine tidak tertekuk/terpelintir
* Gantung urine bag lebih rendah dari kandung kemih
* Bila selang urine terlalu panjang, gulung dan difiksasi diatas tempat tidur
disamping klien
* Lakukan irigasi kateter bila macet (kolaborasi dengan dokter)
* Berikan cairan peroral atau infus 2500 - 5000 cc/24 jam
(kolaborasi dengan dr)


DAFTAR KEPUSTAKAAN

Alfaro, R. (1986). Application of Nursing Proces : Step by Step Guide, Philadelphia : J.B. Lipincot Company.

Donna D. Ignatavius, Kathy A.H, (1997), Medical Surgical Nursing, 2nd Edition, W.B. Saunders Co., Philadelphia.

Doenges M.E. (1989), Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ), . Philadelpia, F.A. Davis Company.

Luckmann, J (1997), Saunders Manual Of Nursing Care, W.B. Saunders Co, Philadelphia.

Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach, St. Louis. Cv. Mosby Company.

Luckman N Sorensen, (1994), Medical Surgical Nursing, Fourth edition, W.B. Saunders Co., Philadelphia.

Sjamsu, R. Hidajat, Wim de Jong, (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta.

Staf Pengajar FK- UI ( Bagian Bedah ), (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bina Rupa Aksara, Jakarta.
Patofisiologi


Perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan hestrogen.
*
Testosteron bebas + enzim 5 * reduktase
*
Dihodrolisis * Dehidro Testosteron (DHT)

Diikat reseptor ( dalam sitoplasma sel prostat)
*
DHT - Reseptor * Inti Sel


Mempengaruhi RNA

* sintesa protein

Proliferasi sel


Pembesaran prostat

*

Rangsangan pada V U * Sering berkontraksi
meski belum penuh



Vesika dekompensasi
Retensio urine ( residu urine )
Rasa tidak puas (tuntas pada akhir







Patofisiologi


Trauma langsung / benturan pada tulang
*

Edema
Perdarahan
gangguan pada

*

Tulang Pembuluh darah Saraf

*

Manifestasi klinik :


* Keterbatasan gerak
* Gangguan sirkulasi : Tachikardi
Hipertensi
Hipotensi
* Gangguan neuro sensori : hilang rasa
spasme
otot
* Nyeri
* Gangguan integritas jaringan











Patofisiologi

Trauma pada kepala

*
Akselerasi
Deselerasi
Rotasi
*

1. Perdarahan : Extra dural
Sub dural
Intra cerebral

2. Edema cerebral : meningkatkan tekanan
intra kranial ------- hipoksia cerebral

3. Keluarnya cairan serebro spinal

4. Lokal infeksi

H E M O D I A L I S

H E M O D I A L I S

Dialisis adalah : Difusi partikel larut dari suatu kompartmen darah melewati membran semiperniabel.
Pada hemodialisa darah adalah salah satu kompartmennnya dan dialisat adala bagian yang lain.

Prinsip HD : Menempatkan darah berdampingan dengan cairan dialisat (pencuci)
yang di pisahkan satu membran (selaput) semipermiabel.

Membran ini dapat di lalui oleh air dan sat tertentu (zat sampah). Proses ini disebut DIALIZIZ, yaitu berpindahnya air atau zat bahan melalui membran semipermiabel.

Proses difsui : Berpindahnya zat karena adanya perbedaan kadar di dalam darah,
makin banyak ayang berpindah ke dialisit.

Proses Ultrafiltrasi : Berpindahnya zat dan air karena perbedaan hidrostatik di
dalam darah dan dialisat.

Proses Osmosis : Berpindahnya air karena tenaga kimiawi yaitu perbedaan osmolalitas
dan dialisat.

Luas permukaan membran dan daya saring membran mempengaruhi jumlah zat dan air yang berpindah.

I. KOMPONEN DAN CARA KERJA HEMODIALISA
A. MENYIAPKAN DAN MEMULAI HD
A. Menyiapkan Mesin HD
1. Mesin Hemodialisa
 Listrik
 Air yang diolah / dimurnikan dengan cara :
 filtrasi
 softening
 deionisai
 reverense osmosis
 Saluran pembuangan cairan (drainage)
- rinse
- desinfeksi & pemanasan
- dialyse.

2. Sirkulat Dialisat
Pencampuran Dialisat :
Yaitu dialisat pekat (concetrate) dan air yang sudah di olah dengan perbandingan
1 : 34.

- Batch system : Dialisis sudah di campur lebih dahulu sebelum HD dimulai.
- Propotionong system : - Asetat
- Bikarbonat .

Yaitu dialysat yang pekat dan air yang sudah di olah, di campur secara otomatis konstan selama HD oleh pompa proportioning dengan perbandingan campuran :
Dialisat pekat : Air = 1 : 34.

Campuran ini di pompakan sekali saja kompartemen dialisit, kemudian di buang.
• Komposisi dialisat
- Natrium = 135 – 145 meg / 1
- Kalium = 0 – 4,0 meg / 1
- Calsium = 2,5 – 3,5 meg / 1
- Magnesium = 0,5 – 2,0 meg / 1
- Khlorida = 98 – 112 meg / 1
- Asetat atau bikarbonat = 33 – 25 meg / 1.
- Dextrose = 2500 mg / 1
Catatan : dialisat tanpa kalium (potassium Free) = kalium = 0.

3. Sirkulasi
1. Dialiser ( ginjal buatan)
• Kapiler (Hollow Fiber)
• Paralel Plate
• Coil.
Sediaan dialiser : -. Pemakaian baru atau pertaa.
-. Basah
-. Kering
2. Selang darah : Artei dan vena (AVBL)
Priming
Pengisian pertama sirkulasi Ekstrakorporeal
Tujuan :
1. Mengisi = Filing
2. Membilas = Rinsing
3. Membashi atau melembabkan = Soaking
Perlengkapan :
1. Dialiser ( ginjal buatan)
2. AVBL
3. Set Infus
4. NaCl (cairan fisiologis) 500 cc ( 2-3 Kolf)
5. Spuit 1 cc
6. Heparin injeksi ( + 2000 Unit)
7. Klem
8. Penapung cairan ( Wadah)
9. Kapas Alkohol

Prosedur :
1. Keluarkan alat dari pembungkusnya ( Dialiser, AVBL, slang infus, Nacl )
2. Tempatkan dialiser pada tempatnya (Holder) dengan posisi inlet diatas
(merah) dan outlet dibawah (Biru)
3. Hubungkan slang dialisat ke dialiser :
 Inlet dari bawah (to Kidney)
 Uotlet dari atas (from kidney)
 Kecepatan dialisat (QD) + 500 cc/menit)
 Berikan tekanan negatif + 100 mmHg
 Biarkan proses ini berlangsung 10 menit. (soaking)

4. PROSEDUR
1. Keluarkan peralatan dari pembungkusnya (dialiser,AVHL,selang infus, Naci)
2. Tempatkan dialiser pada tempatnya (Holder) dengan posisi inlet di atas (merah) outlet di bawah (biru).
3. Hubungkan selang dialisat ke dialiser
• Inlet dari bawah (to kidney)
• Outlet dari atas (from kidney)
• Kecepatan dialiasat (qd) = 500cc / menit
• Berikan tekanan negativ (negative pressure) + 100 mmhg.
• Biarkan proses ini berlangsung selama 10 menit (soaking)
4. Pasang ABL, tempatkan segmen pumb pada pompa darah (blood pump) dengan
baik.
5. Pasang VBL dan bubble trap (perangkap udara) dengan posisi tegak (vertical).
6. dengan teknik aseptic, buka penutup ( pelindung yang terdapat di ujung ABL
dan tempatkan pada dialiser) (inlet) . Demikian juga dengan VBL.
7. Hubungkan selang monitor tekanan arteri (arterial Pressure) dan selang
monitor tekanan vena (venous pressure).
8. Setiap 1000 cc NaCL, masukan 2000 * Heparin kedalam kolf (2000*/11).
Cairan ini gunasny untuk membilas dan mengisi sirkulasi ekstrakorporeal.
Siapkan NaCL 1 kolf lagi (500 cc) untuk di gunakan selama HD bilamana
di perlukan, dan sebagai pembilas pada waktu pengakiran HD.
9. Hubungkan NaCL melalui set infus ke ABL, yakinkan bahwa set infus bebas dari
udara dengan cara mengisinya terlebih dahulu.
10. Tempatkan ujung VBL ke dalam penampung. Hindarkan kontaminasi dengan
penampung dan jangan sampai terendam cairan yang keluar.
11. Putar dialiser dan peralatannya sehingga inlet di bawah,outlet di atas
(posisi terbalik)
12. Buka semua klem termasuk klem infus.
13. Lkukan pengisian dan pembilasan sirkulasi ekstrakorporeal dengan cara :
• Jalankan pompa darah dengan kecepatan (qb) + 100cc/Mnt
• Perangkap udara (bubble tra[) di isi ¾ bagian
• Untuk mengeluarkan udara lakukan tekanan secara intermiten dengan
menggunakan klem pada VBL (tekanan tidak boleh lebih dari 200 mmHg).
14. Teruskan priming sampai NaCL habis 1 liter dan sirkulasi bebas dari udara
yang sudah kolf yang baru (500 cc).
15. Ganti kolf NaCL yang sudah kosong dengan kolf yang baru (500cc).
16. Matikan pompa darah, klem kedua ujung AVBL, kemudian hubungkan kedua ujung
dengan konektor,semua klemdi buka.
17. Lakukan sirkulasi selama 5 menit dengan qb + 200 cc / mnt
18. Matikan pompa darah, kembalikan dialiser ke posisi semula.
19. Periksa fungsi peralatan yang lain sebelum HD di mulai, seperti misalnya:
 Temperatur dialisat
 Konduktifitas
 Aliran (flow)
 Monitor tekanan
 Detector udara dan kebocoran darah.

5. MEMULAI HD
 Persiapan pasien
- Timbang berat bada pasien (bila memungkinkan)
- Tidur terlentang dan berikan posisi yang nyaman.
- Ukur tekanan darah atau, nadi, suhu, pernafasan.
- Observasi kesadaran dan keluhan pasien dan berikan perawatan mental.
- Terangkan secara gratis besar prosedur yang akan di lakukan.
1. Menyiapkan sarana hubungan sirkulasi
• Perlengkapan
1. Jarum punksi :
- jarum metal (AV. Fistula G.16,15,14) 1 – 1 ¼ inch.
- Jarum dengan katheter (IV Catheter G.16,15,14) 1 – 1 ¼ inchi.
2. NaCL (untuk pengenceran)
3. Heparin injeksi
4. Anestesi local (lidocain, procain)
5. Spuit 1 cc,5 cc, 20 cc, 30 cc.
6. Kassa
7. Desinfektan (alcohol bethadin)
8. Klem arteri (mosquito) 2 buah.
9. Klem desimfektam
10. Bak kecil + mangkuk kecil
11. Duk (biasa,split, bolong)
12. Sarung tangan
13. Plester
14. pengalas karet atau plastik
15. Wadah pengukur cairan
16. botol pemeriksa darah
• Persiapan
1. Tentukan tempat punksi atau periksa tempat shut atau katheter di pasang dan
di buka balutan.
2. Alas dengan pengalas karet / plastik.
3. Atur posisi
4. Kumpulkan peralatan dan dekatkan ke pasien
5. Siapkan heparin injeksi

PROSEDUR
• Punksi Fistula (Cimino)
1. Pakai sarung tangan
2. Desinfeksi daerah daerah yang akan di punksi dengan bethadin dan alcohol
3. Letakan duk sebagai pengalas dan penutup
4. Punksi outlet (vena), yaitu jalan masuknya darah ke dalam tubuh K/P lakukan
anesteshi local
5. Ambil darah untuk pemeriksaan lab (bila diperlukan)
6. Bolus heparin injeksi yang sudah diencerkan dengan NaCL (dosis awal)
7. Fiksasi dan tempat punksi di tutup kasa.
• Shunt (Scribner)
1. Desinfeksi kanula, konektor dan daerah dimana shunt terpasang.
2. Letakan duk sebagai pengalas dan penutup
3. Klem kedua kanula (arteri dan vena),sebelumnya di alas dengan kassa
4. Lepaskan /buka konektor
5. Cek kedua kanula apakan alirannya lancar
6. Ambil darah untuk pemeriksaan laboratorium (bila di perlukan).
7. Bolus Heparin injeksi yang sudah di encerkan dengan NaCL (dosis awal).
8. Fiksasi dan tutup daeah exit site.
9. Konektor di bersihkan dengan NaCL dan di simpan dalam bak.
• Punksi femoral
1. Desinfeksi daerah lipatan paha dan daerah outle akan di puksi.
2. Letakan duk sebagai pengalas dan penutup.
3. Punksi outlet (vena) yaitu jalan masuknya darah ke dalam tubuh, k/p lakukan
anesteshi local.
4. Ambil darah untuk pemeriksaan laboratorium (bila di perlukan)
5. Bolus heparin injeksi yang sudah di encerkan dengan NaCL (dosis awal).
6. Fiksasi dan tempat punksi di tutup dengan kassa
7. Punksi inlet (vena femoralis), yaitu tempat jalan kelurnya darah dari tubuh,
dengan cara lakukan anesteshi infiltrasi sambil mencari vena femoralis.
8. Vena femoralis di punksi secara perkutaneous dengan jarum punksi
(AV Fistula).
9. Fiksasi.

2. Mengalirkan darah kedalam sirkulasi ekstrakorporeal
• Hubungkan ABL dengan inlet (Punksi Inlet atau canula arteri). Ujung ABL
disuci hamakan terlebih dahulu.
• Tempat ujung VBL didalam wadah pengukur. Perhatikan jangan sampai
terkontaminasi.
• Buka klem AVBL, canula arteri, klem slang infus ditutup, klem canula vena
tetap tertutup.
• Darah dialirkan kedalam sirkulasi dengan menggunakan pompa darah
(QB + 100 cc / menit) dan cairan priming terdorong keluar.
• Cairan priming ditampung diwadah pengukur.
• Biarkan darah memasuki sirkulasi sampai cairan buble trap VBL berwarna merah
mudah.
• Pompa darah dimatikan, VBL di klem.
• Ujung VBL disuci hamakan, kemudian dihubungkan dengan canula vena
(perhatikan : Harus bebas udara) . Klem VBL dan canula vena dibuka.
• Pompa darah dihidupkan kembali dengan QB + 150 cc/menit .
• Fiksasi canula arteri dan vena, AVBL tidak mengganggu pergeraan.
• Hisupkan pompa heparin ( dosis maintenance.)
• Buka klem Slang monitor tekanan (AVP)
• Hidupkan detector udara, kebocoran (Air dan Blood Leak detector)
• Ukur tekanan darah, Nadi dan pernapasan.
• Observasi Kesadaran dan keluhan pasien
• Cek mesin dan sirkulasi dialisa.
• Programkan HD.
• Lakukan pencatatan (Isi formulir HD)
• Rapikan peralatan.

MASALAH / KOMPLIKASI YANG BERHUBUNGAN DENGAN PASIEN DAN MASALAH / KOMPLIKASI MEKANIS SELAMA HEMODIALISIS DAN PENATALAKSANAANNYA

1. Masalah / Komplikasi yang berhubungan dengan pasien

a. Gangguan keseimbangan cairan.

(1) Hypervolemia (Fluid over load)
Tanda dan Gejala :
• Berat badan naik secara berlebihan
• Sesak napas atau napas pendek, kadang – kadang batuk berdarah.
• Oedema.
• Hipertensi
• Vena leher membesar / melebar (melembung)
• Ronchi paru – paru.
Penatalaksanaan :
• Ultrafiltrasi Sequential (SU)
• Berat badan diturunkan dengan menggunakan UF tinggi (TMP tinggi, pilih
dialiser dengan kuff tinggi)
• Sesak berikan Oksigen.
• Membatasi cairan yang masuk (Intake) melalui IV maupun oral (cairan priming
jangan dimasukan wash out jangan dimasukan, dorong pakai udara.)
• Observasi penurunan berat badan supaya mencapai DW ( Kalau perlu timbang
berat badan di tengah HD)

(2) Hypovolemia (Fluid Depresention)
Tanda dan Gejala :
• Berat badan menurun secara berlebihan.
• Oedema, kadang – kadang mata cekung.
• Hipotensi
• Turgor (Elastisitas) menurun
• Lemas kadang kadang gemetar.
• Vena leher rata
• Mulut dan lidah kering , kadang – kadang suara serak atau parau.

Penatalaksanaan
• HD tanpa penurunan berat badan / tanpa UF
• TMP = 0., pilih dialiser dengan Kuff rendah.
• Membatasi cairan yang keluar (Cairan priming tidak perlu dikeluarkan)
• Menambah cairan yang masuk melalui IV dan peroral.
• Observasi berat badan (timbang BB ditengah HD)

b. Gangguan Keseimbangan Elektrolit
(1) Hiperkalemia
Tanda dan gejala :
• Kadar Kalium darah tinggi
• Perubahan Gambaran EKG
• Gelisah
• Lemas
• Kadang – kadang sesak
• Denyut jantung cepat
Penatalaksanaan :
• HD tanpa kalium
• Monitor EKG (gelombang T tinggi)
• Membatasi intake kalium.
• Periksa kalium darah pre, on dan post Hemodialisa
• Penyuluhan kesehatan tentang diit.
• Tindakkan darurat atau emergency.
• Pemberian infus atau drip 10 Unit Ringer Insulin. ( 1 ampul Bicnat, 205
Dextrose)

(2) Hipokalemia
Tanda dan gejala :
• Tekanan darah turun mendadak
• Lemas, berkeringat, pandangan berkunang – kunang (Gelap).
• Kadang – kadang mual atau muntah, sesak.
Penatalaksanaan :
• Posisi tidur horizontal atau rata tanpa bantal.
• QB dan TMP diturunkan
• Berikan oksigen bila sesak.
• Hati – hati dalam pemberian cairan secara intravena.
• Memberikan pengobatan untuk menaikan Tekanan darah (Vasopresor)

(C) Hipertensi Akut
Tanda dan Gejala :
• Tekanan darah naik mendadak
• Kadang – kadang menegeluh sakit kepala
Penatalaksanaan :
• QB dan TMP diiturunkan
• Observasi tekanan darah dan nadi.
• Berikan obat untuk penurunan tekanan darah.
(d) Kedinginan / Menggigil / Demam
Tanda dan Gejala :
• Mengeluh kedinginan
• Suhu tubuh naik ( kadang – kadang)
• Lemas, kadang – kadang muntah, berkeringat.
Penatalaksanaan :
• Memasang selimut tebal
• Berikan buli – buli panas ( Hati – hati)
• Suhu diukur, kalau perlu dikompres.
• Memberikan obat – obatan (anti histamin, Antipiretik)
• Bila mengigilnya hebat. Beri obat penenang, Darah diperiksa dan diukur

(e) Mual dan Muntah
Tanda dan gejala :
• Mengeluh mual
• Nyeri daerah uluhati
Penatalaksanaan :
• QB dan TMP diturunkan.
• Memberikan obat anti mual dan muntah .
• Kalau perlu beri cairan

(f) Sakit kepala :
Penatalaksanaan :
• QB dan TMP diiturunkan.
• Memberikan obat analgesik dan sedativa.

(g) Nyeri dada (angina)
Penatalaksanaan :
• QB dan TMP diturunkan
• Berikan Oksigen
• Berikan ISN

(h) Kramp otot
Penatalaksanaan :
• QB dan TMP diturunkan
• Diatasi secara manual, bila memungkinkan pasien berdiri atau m,enginjakkan
telapak kaki.
• Memberikan kalsium Glukonat Injeksi.
• Pijat
(i) Anemia
Penatalaksaan :
• Memeriksa Hb dan Ht
• Mencegah perdarahan atau kontrol perdarahan.
• Mengurangi pemeriksaan Lab yang tidak perlu.
• Memberikan obat penambah darah.
• Makan cukup

(J) Kejang
Penyebab : Hipertensi berat, emboli udara, Disequlibrium yang berat
Penatalaksanaan :
• QB dan TMP diturunkan.
• Berikan oksigen.
• Berikan obat penenang bila tekanan darah memungkinkan.
• Pertahankan jalan napas.
• Bila muntah kepala dimiringkan.
• Perhatikan atau kontrol anggota gerak dimana shunt dan fistula terpasang.
Kalau perlu HD distop sementara.

(k) Emboli Udara
Tanda dan gejala :
• Pasien dengan Posisi duduk
a. Pasien biasanya berteriak dan memegang telinga karena suara udara yang masuk
dengan cepat ke otak.
b. Kejang.
c. Sesak, muka merah atau biru.
d. Twiching otot.
e. Tidak sadar ( kadang – kadang)
f. Udara atau outlet (venous Line) masuk kepasien sebagai venous line kosong
atau penuh busa.
• Pasien dengan posisi terlentang :
o Pernpasan dalam, batuk, sianosis
o Pernapasan tertahan.
o Kadang – kadang tidak sadar.
o Nadi lemah.
o Mur – mur jantung
o CO menurun

Penatalaksanaan :
o Posisi trendelenberg
o Berbaring kesisi kiri badan
o QB dan TMP diturunkan.
o Berikan Oksigen.
o Pertahankan jalan napas.


(l) Infeksi
Penyebab :
• Shunt dan fistula yang terkontaminasi
• Spesis (darah) karena shunt dan fistula yang terinfeksi atau dialiser dan
AVBL, atau mesin yang terkontaminasi

Gejala dan tanda – tanda :
• Tempat yang terinfeksi bengkak,merah, panas, sakit.
• Suhu tinggi
Penatalaksanaan :
• Antibiotika
Pencegahan
• Bekerja dengan teknik aseptic dan anti septic .
(m) Hepatitis
Penyebab :
• Transfusi
• Kontak peorangan
• Peralatan yang terkontaminasi
Tanda dan gejala :
• HbSAg +
• Kadar SGOT/PT, billirubin tinggi (jangka lama).
• Hilang nafsu makan
• Lemas, makas, rasa sakit/ngilu pada tulang, persendian.
• Pelunakan/pembesaran pada perabaan hepar.
Penatalaksanaan :
Istirahat dan gizi yang baik SERTA ISOLASI
Pencegahan :
• Teknik bekerja yang bai oleh seluruh staf
• Sikap/kebiasaan yang baik dari seluruh staf
• Darah yang akan di tranfusikan harus di cek lebih dahulu apakah HbsAg
• Peralatan yang bersih

IRIGASI TELINGA

IRIGASI TELINGA

PENGERTIAN
Suatu cara untuk membersihkan dan/atau mengeluarkan benda asing dari dalam telinga.

I. INDIKASI
A. Sumbatan serumen
B. Benda asing dalam telinga

A. KONTRA INDIKASI
- Gangguan pada membran timpani
B. KEMUNGKINAN KOMPLIKASI
- Otitis media
- Ruptur pada membran timpani

II. PERALATAN
1. Alat irigasi telinga dengan pengisap
2. Forsep telinga
3. Air { sama dengan suhu tubuh }
4. Bengkok untuk menampung cairan
5. Handuk atau laken untuk menutupi pakaian pasien

III. CARA KERJA
1. Kumpulkan semua peralatan
2. Identifikasi pasien
3. Jelaskan prosedur tindakan pada pasien
4. Cuci tangan
5. Tutupi pasien dengan handuk atau laken
6. Berikan pasien posisi duduk
7. Tarik aurikel keatas dan ke belakang
8. Arahkan aliran cairan dari bagian atas liang telinga menggunakan spuit balon
9. Keringkan bagian luar telinga setelah irigasi telinga dilakukan

IV. TINDAK LANJUT
1. Kaji keberhasilan irigasi telinga
2. Kaji rasa nyaman pasien
3. Bersihkan peralatan
1. Perhatian
1. Tanggal dan waktu prosedur
2. Tipe dan jumlah cairan
3. Toleransi pasien terhadap prosedur
4. Karakter cairan yang keluar
5. Instruksi-instruksi yang diperlukan oleh pasien dan/atau keluarga

a. IRIGASI MATA
2. Pengertian
Suatu cara untuk membersihkan dan atau mengeluarkan benda asing dari dalam mata
3. Indikasi
A.Cedera kimiawi pada mata
B.Benda asing dalam mata
C.Inflamasi mata
1) Kontraindikasi
- Luka karena tusukan pada mata

4. Kemungkinan komplikasi
- Kemungkinan terjadi cedera perforasi pada mata bila irigasi dilakukan dengan
tidak hati-hati
- Kontaminasi silang pada mata yang sehat bila terdapat infeksi
- Konjungtiva
a) Peralatan
1. Anestesi topical
2. Cairan irigasi steril dengan kanula
3. Plester katun
4. Kasa
5. Bengkok
6. Handuk atau laken untuk menutupi pakaian pasien
5. Prosedur
1. Kumpulkan peralatan
2. Identifikasi pasien
3. Jelaskan prosedur tindakan pada pasien
4. Cuci tangan
5. Tutupi pasien dengan handuk atau laken
6. Masukan anestesi topical, gunakan retractor desmares untuk membuka mata.
Jika tidak ada , kelopak mata harus ditahan agar tetap terbuka, gunakan kasa
7. Untuk menahan mata tetap terbuka, berikan tekanan pada tulang prominen pada
alis dan pipi, tidak pada bola mata
8. Arahkan jatuhnya aliran irigasi langsung pada diatas bagian yang bulat serta
bagian atas dan bawah fornikes, dari dalam kantus ke arah luar kantus
9. Biasanya digunakan 1 liter cairan dengan cepat untuk cedera mata karena asam
10. Biasanya digunakan 2 liter cairan untuk cedera karena alkali pada mata
11. Keringkan bagian luar dari mata dan daerah sekitarnya setelah melakukan
irigasi
6. Tindak lanjut
1. Periksa efektifitas irigasi, ukur pH fornikus kunjungtiva dengan indicator pH
2. pH normal mata adalah 7,4 dan, bila hasil pengukurannya abnormal, lanjutkan
irigasi
3. Bila pH hasil pengukuran menunjukkan angka yang normal, periksa kembali
setelah 20 menit untuk memastikan bahwa hal ini normal
4. Kaji rasa nyaman pasien
7. Perhatian
1. Tnggal dan waktu prosedur
2. Tipe dan jumlah cairan
3. Toleransi pasien terhadap prosedur
4. Karakter cairan yang keluar, catat setiap benda asing yang keluar
5. Penampakan mata, seperti kemerahan, bengkak, dan reaksi pupil
6. Instruksi-instruksi yang diberikan pada pasien dan/atau keluarga

PEMASANGAN KONDOM KATETER

PEMASANGAN KONDOM KATETER

1. Pengertian
Alat drainase urine eksternal yang mudah digunakan dan aman untuk mengalirkan urine pada klien

2. Tujuan
a. Mengumpulkan urine dan mengontrol urine inkontinen
b. Klien dapat melakukan aktifitas fisik tanpa harus merasa malu karena adanya
kebocoran urine (ngompol)
c. Mencegah iritasi pada kulit akibat urine inkontinen

3. Persiapan
a. Persiapan pasien
1) Mengucapkan salam terapeutik
2) Memperkenalkan diri
3) Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan
yang akan dilaksanakan.
4) Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya
5) Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak
mengancam.
6) Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
7) Privacy klien selama komunikasi dihargai.
8) Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek
selama berkomunikasi dan melakukan tindakan
9) Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)
b. Persiapan alat
1) Selaput kondom kateter
2) Strip elastic
3) Kantung penampung urine dengan selang drainase
4) Baskom dengan air hangat dan sabun
5) Handuk dan waslap
6) Selimut mandi
7) Sarung tangan
8) Gunting

4. Prosedur
a. Cuci tangan
b. Tutup pintu atau tirai samping tempat tidur
c. Jelaskan prosedur pada klien
d. Gunakan sarung tangan
e. Bantu klien pada posisi terlentang. Letakkan selimut diatas bagian tubuh
bagian atas dan tutup ekstremitas bawahnya dengan selimut mandi sehingga
hanya genitalia yang terpajan
f. Bersihkan genitalia dengan sabun dan air, keringkan secara menyeluruh
g. Siapkan drainase kantong urine dengan menggantungkannya ke rangka tempat
tidur.
h. Dengan tangan nonn dominan genggam penis klien dengan kuat sepanjang
batangnya. Dengan tangan dominan, pegang kantung kondom pada ujung penis dan
dengan perlahan pasangkan pada ujung penis
i. Sisakan 2,5 sampai 5 cm ruang antara glands penis dan ujung kondom
j. Lilitkan batang penis dengan perekat elastic.
k. Hubungkan selang drainase pada ujung kondom kateter
l. Posisikan klien pada posisi yang aman
m. Pasien dirapihkan kembali
n. Alat dirapihkan kembali
o. Mencuci tangan
p. Melaksanakan dokumentasi :
1) Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada lembar
catatan klien
2) Catat tgl dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang melakukan dan
tanda tangan/paraf pada lembar catatan klien

Helloween - I Want Out (1988)

പുഇസി സിന്റ ഖലില്‍ Gibran

pabila cinta memanggilmu... ikutilah dia walau jalannya berliku-liku... Dan, pabila sayapnya merangkummu... pasrahlah serta menyerah, walau pedang tersembunyi di sela sayap itu melukaimu..." (Kahlil Gibran)

"...kuhancurkan tulang-tulangku, tetapi aku tidak membuangnya sampai aku mendengar suara cinta memanggilku dan melihat jiwaku siap untuk berpetualang" (Kahlil Gibran)

"Tubuh mempunyai keinginan yang tidak kita ketahui. Mereka dipisahkan karena alasan duniawi dan dipisahkan di ujung bumi. Namun jiwa tetap ada di tangan cinta... terus hidup... sampai kematian datang dan menyeret mereka kepada Tuhan..." (Kahlil Gibran)

"Jangan menangis, Kekasihku... Janganlah menangis dan berbahagialah, karena kita diikat bersama dalam cinta. Hanya dengan cinta yang indah... kita dapat bertahan terhadap derita kemiskinan, pahitnya kesedihan, dan duka perpisahan" (Kahlil Gibran)
"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana... seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu... Aku ingin mencintaimu dengan sederhana... seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada..." (Kahlil Gibran)
"Jika cinta tidak dapat mengembalikan engkau kepadaku dalam kehidupan ini... pastilah cinta akan menyatukan kita dalam kehidupan yang akan datang" (Kahlil Gibran)

"Apa yang telah kucintai laksana seorang anak kini tak henti-hentinya aku mencintai... Dan, apa yang kucintai kini... akan kucintai sampai akhir hidupku, karena cinta ialah semua yang dapat kucapai... dan tak ada yang akan mencabut diriku dari padanya" (Kahlil Gibran)

"Kemarin aku sendirian di dunia ini, kekasih; dan kesendirianku... sebengis kematian... Kemarin diriku adalah sepatah kata yang tak bersuara..., di dalam pikiran malam. Hari ini... aku menjelma menjadi sebuah nyanyian menyenangkan di atas lidah hari. Dan, ini berlangsung dalam semenit dari sang waktu yang melahirkan sekilasan pandang, sepatah kata, sebuah desakan dan... sekecup ciuman" (Kahlil Gibran)

proses penyembuhan luka

Proses Penyembuhan Luka

DEFINISI

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :

1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ

2. Respon stres simpatis

3. Perdarahan dan pembekuan darah

4. Kontaminasi bakteri

5. Kematian sel

Proses yang kemudian terjadi pada jaringan yang rusak ini ialah penyembuhan luka yang dapat dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi, proliferasi, dan penyudahan yang merupakan perupaan kembali (remodeling) jaringan.

JENIS LUKA

Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan menunjukkan derajat luka.

1. Berdasarkan tingkat kontaminasi

a) Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.

b) Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% – 11%.

c) Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% – 17%.

d) Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka.

2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka

a) Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.

b) Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.

c) Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

d) Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

penyemluka

Gambar 1. Tingkat Kedalaman Luka

3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka

1. Luka akut: yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.

penyemluka13

Gambar 2. Luka Akut

2. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.penyemluka2

Gambar 3. Luka Kronis

MEKANISME TERJADINYA LUKA

a) Luka insisi (Incised Wound), terjadi karena teriris oleh instrument yang tajam. Missal yang terjadi akibat pembedahan.

b) Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.

c) Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.

d) Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti pisau yang masuk ke dalam kulit dengan diameter yang kecil.

e) Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.

f) Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.

g) Luka bakar (Combustio), yaitu luka akibat terkena suhu panas seperti api, matahari, listrik, maupun bahan kimia.

FASE PENYEMBUHAN LUKA

Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing dan perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan.

Fase Inflamasi

Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira – kira hari kelima.. pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh yang putus (retraksi), dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket, dan bersama dengan jala fibrin yang terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah. Sementara itu terjadi reaksi inflamasi.

Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamine yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan, penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan udem dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinik reaksi radang menjadi jelas berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), suhu hangat (kalor), rasa nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor).

Aktifitas seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosit dan monosit yang kemudian muncul ikut menghancurkan dan memakan kotoran luka dan bakteri (fagositosis). Fase ini disebut juga fase lamban karena reaksi pembentukan kolagen baru sedikit dan luka hanya dipertautkan oleh fibrin yang amat lemah.

penyemluka31

Gambar 4. Fase Inflamasi

Fase Proliferasi

Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira – kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asama aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka.

Pada fase ini serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang cenderung mengerut. Sifat ini, bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast, menyebabkan tarikan pada tepi luka. Pada akhir fase ini kekuatan regangan luka mencapai 25% jaringan normal. Nantinya, dalam proses penyudahan kekuatan serat kolagen bertambah karena ikatan intramolekul dan antar molekul.

Pada fase fibroplasia ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast, dan kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi hanya bisa terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar, sebab epitel tak dapat bermigrasi ke arah yang lebih tinggi. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka, proses fibroplasia dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan dalam fase penyudahan.

penyemluka4

Gambar 5. Fase Proliferasi

Fase Penyudahan (Remodelling)

Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi, dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan – bulan dan dinyatakan berkahir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses penyembuhan. Udem dan sel radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan maksimal pada luka. Pada akhir fase ini, perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira – kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira – kira 3-6 bulan setelah penyembuhan.

penyemluka5

Gambar 6. Fase Remodelling

KLASIFIKASI PENYEMBUHAN

Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar, seperti yang telah diterangkan tadi, berjalan secara alami. Luka akan terisi jaringan granulasi dan kemudian ditutup jaringan epitel. Penyembuhan ini disebut penyembuhan sekunder atau sanatio per secundam intentionem (Latin: sanatio = penyembuhan, per = melalui, secundus = kedua, intendere = cara menuju kepada). Cara ini biasanya makan waktu cukup lama dan meninggalkan parut yang kurang baik, terutama kalau lukanya menganga lebar.

Jenis penyembuhan yang lain adalah penyembuhan primer atau sanatio per primam intentionem, yang terjadi bila luka segera diusahakan bertaut, biasanya dengan bantuan jahitan. Parutan yang terjadi biasanya lebih halus dan kecil.

Namun, penjahitan luka tidak dapat langsung dilakukan pada luka yang terkontaminasi berat dan /atau tidak berbatas tegas. Luka yang compang-camping atau luka tembak, misalnya, sering meninggalkan jaringan yang tidak dapat hidup yang pada pemeriksaan pertama sukar dikenal. Keadaan ini diperkirakan akan menyebabkan infeksi bila luka langsung dijahit. Luka yang demikian akan dibersihkan dan dieksisi (debridement) dahulu dan kemudian dibiarkan selama 4-7 hari. Baru selanjutnya dijahit dan dibiarkan sembuh secara primer. Cara ini umumnya disebut penyembuhan primer tertunda.

Jika, setelah dilakukan debridement, luka langsung dijahit, dapat diharapkan penyembuhan primer.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA

1. Usia

Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah.

2. Nutrisi

Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Pasien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah jaringan adipose tidak adekuat.

3. Infeksi

Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.

4. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi

Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada perokok.

Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.

5. Hematoma

Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar, hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.

6. Benda asing

Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (pus).

7. Iskemia

Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.

8. Diabetes

Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh.

9. Keadaan Luka

Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.

10. Obat

Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.

a. Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera.

b. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan

c. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.

KOMPLIKASI

Komplikasi Dini

1. Infeksi

Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.

2. Perdarahan

Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu.Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan.

3. Dehiscence dan Eviscerasi

Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, ,multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.

Komplikasi Lanjut

Keloid dan jaringan parut hipertrofik timbul karena reaksi serat kolagen yang berlebihan dalam proses penyembuhan luka. Serat kolagen disini teranyam teratur. Keloid yang tumbuh berlebihan melampaui batas luka, sebelumnya menimbulkan gatal dan cenderung kambuh bila dilakukan intervensi bedah.

Parut hipertrofik hanya berupa parut luka yang menonjol, nodular, dan kemerahan, yang menimbulkan rasa gatal dan kadang – kadang nyeri. Parut hipertrofik akan menyusut pada fase akhir penyembuhan luka setelah sekitar satu tahun, sedangkan keloid tidak.

Keloid dapat ditemukan di seluruh permukaan tubuh. Tempat predileksi merupakan kulit, toraks terutama di muka sternum, pinggang, daerah rahang bawah, leher, wajah, telinga, dan dahi. Keloid agak jarang dilihat di bagian sentral wajah pada mata, cuping hidung, atau mulut.

Pengobatan keloid pada umumnya tidak memuaskan. Biasanya dilakukan penyuntikan kortikosteroid intrakeloid, bebat tekan, radiasi ringan dan salep madekasol (2 kali sehari selama 3-6 bulan). Untuk mencegah terjadinya keloid, sebaiknya pembedahan dilakukan secara halus, diberikan bebat tekan dan dihindari kemungkinan timbulnya komplikasi pada proses penyembuhan luka.

Proses Penyembuhan Luka

A. Deskripsi

Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena berbagai kegiatan bio-seluler, bio-kimia terjadi berkisanambungan. Penggabungan respons vaskuler, aktivitas seluler dan terbentuknya bahan kimia sebagai substansi mediator di daerah luka merupakan komponen yang saling terkait pada proses penyembuhan luka. Besarnya perbedaan mengenai penelitian dasar mekanisme penyembuhan luka dan aplikasi klinik saat ini telah dapat diperkecil dengan pemahaman dan penelitian yang berhubungan dengan proses penyembuhan luka dan pemakaian bahan pengobatan yang telah berhasil memberikan kesembuhan.

Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Berdasarkan kedalaman dan luasnya, luka dapat dibagi menjadi:

1. Luka superfisial; terbatas pada lapisan dermis.

2. Luka “partial thickness”; hilangnya jaringan kulit pada lapisan epidermis dan lapisan bagian atas dermis.

3. Luka “full thickness”; jaringan kulit yang hilang pada lapisan epidermis, dermis, dan fasia, tidak mengenai otot.

4. Luka mengenai otot, tendon dan tulang.

Terminologi luka yang dihubungkan dengan waktu penyembuhan dapat dibagi menjadi:

1. Luka akut; luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.

2. Luka kornis; luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen atau endogen.

Setiap kejadian luka, mekanisme tubuh akan mengupayakan mengembalikan komponen-komponen jaringan yang rusak tersebut dengan membentuk struktur baru dan fungsional sama dengan keadaan sebelumnya. Proses penyembuhan tidak hanya terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor endogen (seperti: umur, nutrisi, imunologi, pemakaian obat-obatan, kondisi metabolik).

Pada dasarnya proses penyembuhan ditandai dengan terjadinya proses pemecahan atau katabolik dan proses pembentukan atau anabolik. Dari penelitian diketahui bahwa proses anabolik telah dimulai sesaat setelah terjadi perlukaan dan akan terus berlanjut pada keadaan dimana dominasi proses katabolisme selesai.

Setiap proses penyembuhan luka akan terjadi melalui 3 tahapan yang dinamis, saling terkait dan berkesinambungan serta tergantung pada tipe/jenis dan derajat luka. Sehubungan dengan adanya perubahan morfologik, tahapan penyembuhan luka terdiri dari:

  1. Fase inflamasi. Eksudasi; menghentikan perdahan dan mempersiapkan tempat luka menjadi bersih dari benda asing atau kuman sebelum dimulai proses penyembuhan.
  2. Fase proliferasi/granulasi; pembentukan jaringan granulasi untuk menutup defek atau cedera pada jaringan yang luka.
  3. Fase maturasi/deferensiasi; memoles jaringan penyembuhan yang telah terbentuk menjadi lebih matang dan fungsional.

B. Tahap-Tahap Penyembuhan Luka

1. Fase Inflamasi

Fase inflamasi adalah adanya respons vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Pada awal fase ini, kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan substansi “vasokonstriksi” yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi, selanjutnya terjadi penempelan endotel yang yang akan menutup pembuluh darah.

Periode ini hanya berlangsung 5-10 menit, dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler stimulasi saraf sensoris (local sensoris nerve ending), local reflex action, dan adanya substansi vasodilator: histamin, serotonin dan sitokins. Histamin kecuali menyebabkan vasodilatasi juga mengakibatkan meningkatnya permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi edema jaringan dan keadaan lokal lingkungan tersebut asidosis.

Eksudasi ini jugamengakibatkan migrasi sel lekosit (terutama netrofil) ke ekstra vaskuler. Fungsi netrofil adalah melakukan fagositosis benda asing dan bakteri di daerah luka selama 3 hari dan kemudian akan digantikan oleh sel makrofag yang berperan lebih besar jika dibanding dengan netrofil pada proses penyembuhan luka. Fungsi makrofag disamping fagositosis adalah:

a. Sintesa kolagen

b. Pembentukan jaringan granulasi bersama-sama dengan fibroblas

c. Memproduksi growth factor yang berperan pada re-epitelisasi

d. Pembentukan pembuluh kapiler baru atau angiogenesis

Dengan berhasilnya dicapai luka yang bersih, tidak terdapat infeksi atau kuman serta terbentuknya makrofag dan fibroblas, keadaan ini dapat dipakai sebagai pedoman/parameter bahwa fase inflamasi ditandai dengan adanya: eritema, hangat pada kulit, edema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.

2. Fase Proliferasi

Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses rekonstruksi jaringan.

Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjaid luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan profeoglycans) yang berperan dalam membangun (rekonstruksi) jaringan baru.

Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membnetuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannnya subtrat oleh fibroblast, memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai satu kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka.

Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam di dalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi, sedangkan proses proliferasi fibroblas dengan aktifitas sintetiknya disebut fibroblasia. Respons yang dilakukan fibroblas terhadap proses fibroplasia adalah:

a. Proliferasi

b. Migrasi

c. Deposit jaringan matriks

d. Kontraksi luka

Angiogenesis suatu proses pembentukan pembuluh kapiler baru didalam luka, mempunyai arti penting pada tahap proleferaswi proses penyembuhan luka. Kegagalan vaskuler akibat penyakit (diabetes), pengobatan (radiasi) atau obat (preparat steroid) mengakibatkan lambatnya proses sembuh karena terbentuknya ulkus yang kronis. Jaringan vaskuler yang melakukan invasi kedalam luka merupakan suatu respons untuk memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah luka karena biasanya pada daerah luka terdapat keadaan hipoksik dan turunnya tekanan oksigen. Pada fase ini fibroplasia dan angiogenesis merupakan proses terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh platelet dan makrofag (grwth factors).

Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblas mengeluarkan “keratinocyte growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel epidermal. Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk barrier yang menutupi permukaan luka. Dengan sintesa kolagen oleh fibroblas, pembentukan lapisan dermis ini akan disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi myofibroblast yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan. Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan dengan defek luka minimal.

Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth factor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet.

3. Fase Maturasi

Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. . Tujuan dari fase maturasi adalah menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan garunalasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari ajringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan. Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan dilanjutkan pada fase maturasi. Kecuali pembentukan kolagen juga akan terjadi pemecahan kolagen oleh enzim kolagenase. Kolagen muda ( gelatinous collagen) yang terbentuk pada fase proliferasi akan berubah menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat dan struktur yang lebih baik (proses re-modelling).

Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.

Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan ajringan kulit mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktivitas yang normal. Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung dari kondisi biologik masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan kurang gizi, disertai dengan penyakit sistemik (diabetes melitus).

C. Konsep Baru

Studi tentang lingkungan yang optimal dan berperan dalam proses penyembuhan luka telah dimulai 30 tahun yang lalu oleh Winter. Penelitian dasar klinik mengenai perawatan luka berbasis suasana lembab (moist) telah memberikan pandangan yang berbeda diantara para pakar. Saat ini perawatan luka tertutup untuk dapat tercapai keadaan yang lembab telah dapat diterima secara universal sebagai standar baku untuk berbagai tipe luka. Alasan yang rasional teori perawatan luka dalam suasana lembab adalah:

1. Fibrinolisis

Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dengan cepat dihilangkan (fibrinolitik) oleh netrofil dans el endotel dalam suasana lembab.

2. Angiogenesis

Keadaan hipoksi pada perawatan tertutup akan lebih merangsang lebih cepat angiogenesis dan mutu pembuluh kapiler. Angiogenesis akan bertambah dengan terbentuknya heparin dan tumor necrosis factor-alpha ( TNF-alpha).

3. Kejadian infeksi

Lebih rendah dibandingkan dnegan perawatan kering (2,6% vs 7,1 %)

4. Pembentukan growth factor

Yang berperan pada proses penyembuhan dipercepat pada suasana lembab. Epidemi grwoth factor/EGF, fibroblast growth factor/FGF dan Interleukin 1/Inter-1 adalah substansi yang dikeluarkan oleh makrofag yang berperan pada angiogenesis dan pembentukan stratum korneum. Platelet-derived growth factor/PDGF dan transforming growth factor-beta/TGF-beta yang dibentuk oleh platelet berfungsi pada proliferasi fibroblas.

5. Percepatan pembentukan sel aktif

Invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit, dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini.

D. Kesimpulan

1. Tenaga kesehatan diharapkan memahami konsep penyembuhan luka serta aplikasi perawatan luka yang dihubungkan dengan jenis luka serta bahan yang diperlukan.

2. Perawatan luka dengan suasana lembab (occlusive dressing) perlu dikembangkan implementasinya di klinik dalam meningkatkan angka kesembuhan secara kuantitatif maupun kualitatif.